Sabtu, 17 November 2012

Jurnal 1: Hasil Kajian dan Pembahasan


PENYUSUNAN MODEL
 PENGEMBANGAN AGRIBISNIS  PAKAN TERNAK
UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SAPI PERAH
 MELALUI KOPERASI

*) Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi., Kementrian Koperasi dan UKM, Jakarta

Oleh:
Arora S.P


4.1. Gambaran Umum Agribisnis  HMT di Beberapa Lokasi Penelitian
1). Sumatera Utara
Di Sumatera Utara kajian ini mengambil lokasi daerah peternakan sapi potong (Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang). Baru sebagian kecil peternakyang telah melakukan budidaya HMT ( rumput gajah dan raja ) dan relative tidak luas dan kadang-kadang hanya di pinggir-pinggir tegalan/sawah atau di sela-sela tanaman pokok guna memenuhi kebutuhan  HMT ternaknya sendiri, sedang peternak yang tidak memiliki lahan atau tidak menanam sendiri rumput, kebutuhan HMTnya dengan mengandalkan rumput liar di pekarangan, jalanan, lapangan atau sela-sela tanaman perkebunan atau ke hutan. Pada musim penghujan kebutuhan HMT bisa  tercukupi dan rumput berlebih, sebaliknya pada musim kemarau kebutuhan HMT mengalami kekurangan, untuk itu sebaiknya kelebihan rumput pada musim penghujan bisa diolah menjadi silase atau bentuk kering (hay) yang bisa dimanfaatkan pada musim kemarau. Disinilah pentingnya Koperasi menangani agribisnis HMT paling tidak mendorong peternak melakukan pengolahan/penyimpanan HMT yang berlebih pada musim penghujan, sehingga kebutuhan HMT terjamin sepanjang tahun, sebab sebagian peternak telah memperoleh pelatihan tentang tehnik pengolahan HMT menjadi silase atau dalam bentuk kering (hay ). Dengan  memenuhi dan menjaga  kualitas dan jumlah  pakan sepanjang tahun akan menjaga jumlah dan kualitas produksi susu sepanjang tahun.pula. Disamping itu koperasi dapat berperan dalam sosialisasi pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ketela, ubi jalar dan sebagainya yang banyak terdapat di daerah ini sebagai HMT, sebagai contoh jerami padi dengan pengolahan amoniasi yang cukup sederhana dapat menjadi HMT yang memiliki kandungan protein cukup baik..

2). Sumatera Selatan
q Di Sumatera Selatan Kajian ini mengambil sampel 4 koperasi yaitu KUD Tunas Muda, KUD Tri Jaya, dan KUD Mukti Jaya di Kabupaten Musi Banyuasin , serta KUD Cipta Mandiri di Kaupaten Ogan Komering Ulu,
q Di Kecamatan Rambutan di wilayah kerja KUD Tunas Muda memiliki populasi ternak : kerbau  sebanyak  300 ekor kerbau dewasa, 200 ekor pedet, sapi sebanyak  150 ekor dewasa , 50 ekor pedet dan kambing 50 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan pakannya , pada jam 8 pagi ternak hanya dilepas begitu saja di padang penggembalaan seluas 3 Km persegi dan pada sekitar jam 4 sore ternak digiring pulang ke kandang. Dengan demikian kebutuhan HMT hanya
dicukupi dari padang penggembalaan saja, meskipun nampaknya belum mencukupi, hal ini terlihat dari performance sapi/kerbaunya yang nampak kurus-kurus, mungkin kapasitsnya sudah tidak mencukupi bagi populsi ternak yang ada. Peternak belum terbiasa bertanam HMT dan petani juga belum berminat membudidayakannya karena takut tidak laku dijual.
q Di daerah perkebunan kelapa sawit di wilayah kerja KUD Tri Jaya, untuk  mengisi waktu senggang petani sawit menunggu musim panen, pemerintah melalui Dinas Peternakan memberikan gaduh ternak sapi potong sebanyak 75 ekor pada 3 kelompok tani di Desa Betung. Untuk memenuhi kebutuhan HMTnya dilakukan budidaya rumput raja di 6 lokasi dengan luas 1,5 Ha untuk masing-masing lokasi. Penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan dilakukan oleh kelompok tani, sedang koperasi berperan dalam penetapan lokasi dan kelompok. Sedang di Desa Bumi Kencana  wilayah kerja KUD Mukti Jaya memperoleh gaduhan 58 ekor sapi potong, yang pada saat penelitian telah menjadi 95 ekor untuk 2 kelompok. Untuk memenuhi kebutuhan HMTnya telah dibudidayakan rumput raja di dua lokasi tersebut dengan luas masing-masing 1,5 Ha. Penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan dilakukan oleh kelompok tani, sedang koperasi berperan dalam penetapan lokasi dan kelompok.
q Di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) diberikan bantuan dana bergulir peningkatan ternak sapi potong dari Kementerian Koperasi dan UKM sebanyak 2400 ekor sapi bakalan , diberikan kepada 340 orang petani peternak yang tergabung dalam kelompok petani peternak yang tersebar di 19 desa dan 8 Kecamatan.  Koperasi sapi Potong OKU Cipta Mandiri yang berdiri pada tahun 2002, berperan melakukan pembinaan kepada petani peternak , penetapan lokasi kandang, penetapan lokasi lahan budidaya HMT, dan koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait. Untuk memenuhi kebutuhan HMTnya telah dipersiapkan oleh Pemda lahan seluas 300 Ha, kebutuhan bibit, pupuk dan
biaya pengolahan tanah.

3).   Jawa Barat
q Untuk memepercepat pertumbuhan sektor peternakan, Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat menempuh strategi yang mengarah pada pengembangan kawasan peternakan, sebagai contoh daerah Lembang dan Cisarua merupakan
kawasan ternak sapi perah, dengan populasi paling besar dibanding daerah lain. Namun dengan terjadinya alih fungsi lahan, telah mendesak lahan pertanian yang limbahnya dimanfaatkan untuk pakan hijauan, memberikan pengaruh besar terhadap  eksistensi peternakan  sapi perah di wilayah tersebut, dengan lain perkataan jumlah ternak telah melampoi daya dukungnya sehingga HMT harus didatangkn dari luar daerah tersebut.
q Dalam rangka penyediaan HMT sepanjang tahun dan berkualitas, dilakukan pembinaan terhadap kebun bibit rumput raja/gajah dalam rangka memenuhi kebutuhan kebun rumput produsi di 5 kabupaten yaitu Tasikmalaya, Ciamis, Subang, Bandung dan Sukabumi. Untuk itu kebun bibit BPT- HMT Cikole telah mengembangkan 32 jenis rumput dan legium yang dapt dibudayakan dan menyebarkan bibit rumput 20.000 pols dan BPT HMT Bunikasih telah menyebarkan 10.000 pols bibit rumput.  Selain itu juga telah dilakukan budidaya kebun rumput seluas 10 H di Kab. Garut dan 5 Ha di Kab Ciamis. Pembinaan penyediaan HMT termasuk pula inventarisasi limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai HMT di 16 Kabupaten.
q Dalam kajian ini untuk melihat pengembangan agribisnis HMT oleh koperasi, petani, dan peternak di Propinsi Jawa Barat dipilih 3 Koperasi di Kabupaten Bandung dan  1 koperasi di Kabupaten Bogor, yaitu KUD Pasir Jambu, KUD Tani Mukti, KPSPU Lembang, dan KPPS Bogor.

Dari 4 koperasi contoh tersebut ternyata belum ada koperasi yang telah melakukan agribisnis HMT secara menyeluruh (budidaya, pengolahan, dan pemasaran ), dalam hal ini koperasi baru berperan membantu petani/peternak, kelompok tani dalam melakukan agribisnis HMT yaitu dalam hal penyeiaan lahan, bibit, pupuk, dan biaya penglahan tanah. Dari keempat koperasi tersebut hanya satu koperasi (KUD Pasir Jambu) yang telah melakukan budidaya HMT, yang terbatas untuk kebutuhan pakan sapi perah milik koperasi sendiri (60 ekor). KUD Pasir Jambu, dalam rangka membantu peternak/petani melakukan budidaya HMT telah melakukan kerjasama dengan Pemda menyediakan lahan seluas 36 Ha di lima lokasi untuk 36 peternak yang mana untuk sementara masing-masing peternak mendapat jatah 0,5 Ha dengan status sewa dan sisanya dikelola oleh koperasi bekerja sama dengan 3 kelompok tani membudidayakan HMT untuk sapi perah milik koperasi. Selain itu Koperasi Pasir Jambu Juga melakukan kerja sama dengan Perhutani, Dinas Pertanian, dan kelompk tani melakukan agribisnis terpadu pada lahan seluas 250 Ha untuk bertanam kopi, jeruk Bali, jagung manis dan rumput gajah, Sebagian ternak  sapi perah di KUD Tani Mukti ditempatkan pada suatu kawasan/koloni: Baru Sampeu untuk memudahkan pembinaan dan efisiensi usaha, kandang yang sudah selesai telah menampung 310 ekor dan dalam proses penyelesaian berkapasitas 600 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan HMT khususnya di lokasi kawasan ternak, koperasi beerjasama dengan kelompok tani melakukan agribisnis HMT, yang mana koperasi telah memperoleh ijin untuk mengelola 100 Ha lahan milik Dinas Kehutanan.  Koperasi telah melakukan sosialisasi tentang budidaya rumput gajah/raja, yang mana sebagian petani juga telah memperoleh pelatihan dari Victorian dan JICA dalam hal penyimpanan /pengolahan HMT, Pola Pengembangan agribisnis HMT ini direncanakan sebagai berikut: 1) budidaya HMT dilakukan oleh petani/kelompok tani, 2). Pemanenan dilakukan oleh petani, hasilnya dijual/ ditampung oleh kopersi, 3) bila terdapat kelebihan HMT khususnya pada musim penghujan, koperasi akan melakukan pengolaan menjadi silase atau compete feed yang akan dijual pada saat produksi HMT berkurang/ musim kemarau KPSPU Lembang, yang berlokasi di Kab Lembang daerah merupakan kawasan ternak sapi perah, dengan populasi paling besar dibanding daerah lain. Namun dengan terjadinya alih fungsi lahan, telah mendesak lahan pertanian yang limbahnya dimanfaatkan untuk pakan hijauan, memberikan pengaruh besar terhadap  eksistensi peternakan  sapi perah di wilayah ini, dengan lain perkataan jumlah ternak telah melampoi daya dukungnya sehingga HMT harus didatangkan dari luar daerah tersebut.

Peternak sapi perah anggota KPPS Bogor sekitar 50 %  berlokasi kawasan usaha peternakan (Kunak) Cibungbulan dengan luas 140 Ha dan sebagian berlokasi diluar Kunak yaitu Ciawi, Cilebut, Ciapus, Cisarua, Kebun Pedes,  dan lain sebagainya. Jumlah peternak yang terdaftar di Kunak Cibungbulan sebanyak 125 orang, masing-masing mendapat fasilitas: lahan seluas 4250 meter persegi, rumah tipe 21, kandang berkapasitas 10 ekor, dan sarana air bersih 1 unit. Untuk memenuhi kebutuhan HMT, masing-msing peternak melakukan budidaya HMT yaitu rumput gajah seluas 3000 –4000 meter persegi. Kebutuhan HMT 30 – 40 Kg per ekor per hari sehingga peternak yang memiliki 10 ekor sapi kebutuhan HMTnya belum terpenuhi apalagi pada musim kemarau, maka peternak mencampur dengan rumput lapang dari daerah sekitar atau mencari ke luar daerah seperti Bogor, Depok Ciawi dengan menyewa mobil secara bersama-sama. Peran koperasi dalam buidaya HMT tersebut adalah mencarikan bibit rumput yang berasal dari Balitnak, Citayem, dan Depok. Untuk menjamin tersedianya HMT sepanjang tahun makakoperasi akan melakukan agribisnis HMT bekerjasama denga kelompok tani di sekitar Gunung Giri dan telah dilakukan pendekatan dengan pamong desa dan telah disetujui untuk memanfaatkan lahan kosong seluas 30 Ha, namun belum bisa dilaksanakan krena modal koperasi masih terbatas.

4).  Jawa Tengah
Di daerah peternakan ( Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten) khususnya peternakan sapi perah sebagian besar peternak telah melakukan budidaya HMT ( rumput gajah dan raja ) meskipun relative tidak luas dan kadang-kadang hanya di pinggir-pinggir tegalan/sawah atau di sela-sela tanaman pokok guna memenuhi kebutuhan HMT ternaknya sendiri, sedang peternak yang tidak memiliki lahan atau tidak menanam sendiri rumput, kebutuhan HMTnya dengan mengandalkan rumput liar di pekarangan, jalanan, lapangan atau sela-sela tanaman perkebunan. Pada musim penghujan kebutuhan HMT bisa  tercukupi dan rumput berlebih, sebaliknya pada musim kemarau kebutuhan HMT mengalami kekurangan, untuk itu sebaiknya kelebihan rumput pada musim penghujan bisa diolah menjadi silase atau bentuk kering (hay) yang bisa dimanfaatkan pada musim kemarau. Disinilah pentingnya Koperasi menangani agribisnis HMT paling tidak melakukan sosialisasi tentang pengolahan/penyimpanan HMT yang berlebih pada musim penghujan, sehingga kebutuhan HMT terjamin sepanjang tahun. Dengan  memenuhi dan menjaga  kualitas dan jumlah  pakan sepanjang tahun akan menjaga jumlah dan kualitas produksi susu sepanjang tahun.pula. Disamping itu koperasi dapat berperan dalam sosialisasi pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ketela, ubi jalar da sebagainya yang banyak terdapat di daerah ini sebagai HMT, sebagai contoh jerami padi dengan pengolahan amonasi yang cukup sederhana dapat menjadi HMT yang memiliki kandungan protein cukup baik.

5),    Jawa Timur
q Di Propinsi Jawa Timur  pada tahun 2001 populasi ternak rumansia besar sebanyak 2.788.361 ekor, yang terdiri dari 2.514.341ekor sapi potong, 130.322 ekor sapi perah, 116.314 ekor kerbau, dan 26.784 ekor kuda. Dari 130.322 ekor sapi perah 70 % berada di Kabupaten Malang ( 49.995 ekor ) dan Kabupaten Pasuruan ( 39.841 ekor), selebihnya tersebar di Kabupaten Tulungagung, Blitar, Kediri, Probolinggo, Jombang, Lumajang, Sidoarjo, Mojokerto, Trenggalek, dan Kota Surabaya. Sedang rumansia kecil ( kambing, domba, dan babi ) sebanyak 3.682.756 ekor.
q Untuk menjaga tingkat populasi, mutu produksi, maupu reproduksi harus dipenuhi kebutuhan pakan sepanjang tahun, baik dalam bentuk konsentrat maupun HMTnya. Di Propinsi Jawa Timur terdapat 6 BPT-HMT yang mempunyai tugas melakukan pembibitan HMT, bila perlu memungkinkan melakukan demplot-demplot agribisnis HMT sebagai percontohan terutama di kantong-kantong rumansiabaik rumansiabesar maupun kecil. Juga dilakukan Gerakan Masyarakat Menanam Rumput Raja secara Serempak ( Gemarrampak ), yang mana pada tahun 2001 dilaksanakan dua lokasi di Kabupaten Pacitan dan Ponorogo, yang masing-masing lokasi mendapat 25.000 stek bibit HMT .
q Kajian mengenai agribisnis HMT ini di Jawa Timur mengambil sampel di Kabupaten Malang, yaitu KUD Batu dan KUD Karangposo. Populasi sapi perah milik anggota KUD Batu pada tahun 2001 sebanyak 4758 ekor. Untuk membantu peternak memenuhi kebutuhan HMT , KUD ini telah melakukan budidaya HMT ( rumput gajah) seluas 3 Ha dengan biaya penanaman sekitar Rp 8 juta, yang mana dalam pelaksanaan penanamannya KUD bekerjasama dengan peternak anggotanya. Budidaya HMT ini masih bisa dikembangkan melalui kerjasama dengan Perhutani atau perorangan untuk memanfatkan tanah kosong miliknya. Perhutani sendiri ternyata telah melakukan budidaya HMT meskipun masih relative sempit yaitu seluas 005 -0.25 Ha. Dari 5 peternak yang dijadikan ampel ternyata seluruhnya telah melakukan budidaya HMT untuk kebutuhan ternaknya sendiri, sedang dari 5 orang  petani yang dijadikan sampel ternyata 2 orang diantaranya telah melakukan budidaya HMT yang hasilnya dijual lansung ke peternak atau pedagang perantara. Agribisnis HMT ternyata telah dilakukan oleh masyarakat didaerah ini, terlihat dari adanya pedagang-pedagang rumput yang mendirikan kios-kios semi permanen di pinggir-pinggir jalan, dan adanya pasar rumput di dekat pasar sapi.
q Populasi sapi perah milik anggota KUD Karangploso pada tahun 2001 sebanyak 1.695 ekor, pengurus menyadari pentingnya melakukan budidaya HMT untuk membantu peternak menyiapkan kebutuhan HMT sepanjang tahun, apalagi kebanyakan peternak tidak memiliki lahan untuk bertanam rumput, sedang peternak/petani lebih memilih bertanam komoditas pertanian seperti padi, jagung, kacang tanah, kedelai, maupun sayur-sayuran di lahan miliknya dari pada bertanam rumput, namun KUD ini belum melaksanakan agribisnis HMT.  Dari 5 orang peternak yang dijadikan sampel  ternyata 3 orang telah  melakukan budidaya HMT meskipun pada area yang relative sempit, disela-sela atau dipinggiran tanaman pokok, sedang 2 peternak lainnya tidak melakukan budidaya HMT karena tidak memiliki lahan dan untuk kebutuhan HMTnya dengan mengandalkan rumput liar atau beli. Dari 5 orang petani yang dijadikan sampel seluruhnya belum tertarik bertanam rumput karena kepemilikan lahannya relative sempit dan lebih memilih bertanam komoditas pertanian  seperti padi, jagung, kacang tanah, kedelai, maupun sayur-sayuran. Meskipun petani sampel belum melakukan budidaya HMT, namun ternyata di wilayah ini sudah ada 2 orang petani melakukan budidaya HMT masing-masing 0,25 Ha dan 0,5 Ha, serta di 2 lokasi Perhutani telah melakukan budidaya HMT dengan luas masing -masing 0,25 Ha dan 0,5 Ha, yang hasilnya dijual langsung pada peternak atau pada pedagang perantara. Seperti halnya masyarakat di wilayah KUD Batu, masyarakat disini juga telah tertarik dengan agribisnis HMT, terlihat dari adanya pedagang-pedagang rumput yang mendirikan kios-kios semi permanen di pinggir-pinggir jalan, dan adanya pasar rumput di dekat pasar sapi.

6) Kalimantan Barat
Di daerah peternakan sapi potong ( Kabupaten Pontianak)  sebagian besar peternak telah melakukan budidaya HMT ( rumput gajah dan raja ) meskipun relative tidak luas dan kadang-kadang hanya di pinggir-pinggir tegalan/sawah atau di sela-sela tanaman pokok guna memenuhi kebutuhan  HMT ternaknya sendiri, sedang peternak yang tidak memiliki lahan atau tidak menanam sendiri rumput, kebutuhan HMTnya dengan mengandalkan rumput liar di jalanan, lapangan atau di sela-sela tanaman perkebunan. Pada musim penghujan kebutuhan HMT bisa  tercukupi dan rumput berlebih,sebaliknya pada musim kemarau kebutuhan HMT menglami kekurangan, untuk itu sebaiknya kelebihan rumput pada musim penghujan bisa diolah menjadi silase atau bentuk kering (hay) yang bisa dimanfaatkan pada musim kemarau. Disinilah pentingnya Koperasi menangani agribisnis HMT paling tidak melakukan sosialisasi tentang
pengolahan/penyimpanan HMT yang berlebih pada musim penghujan, sehingga kebutuhan HMT terjamin sepanjang tahun. Dengan  memenuhi dan menjaga  kualitas dan jumlah  pakan sepanjang tahun akan menjaga jumlah dan kualitas produksi susu sepanjang tahun.pula. Disamping itu koperasi dapat berperan dalam sosialisasi pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ketela, ubi jalar da sebagainya yang banyak terdapat di daerah ini sebagai HMT, sebagai contoh jerami padi dengan pengolahan amoniasi yang cukup sederhana dapat menjadi HMT yang memiliki kandungan protein cukup baik.

4.2.Pengolahan HMT
Hijauan makanan ternak (HMT) seperti hasil pertanian lainnya bersifat mudah rusak, maka HMT yang berlebih pada musim hujan harus dilakukan pengolahan/penyimpanan untuk  memenuhi kebutuhan HMT pada musim kemarau. Pengolahan HMT dapat dilakukan dalam dua cara yaitu dalam bentuk basah atau silase atau dalam bentuk olahan berupa bahan kering dan bahan padatan (hay). Cara pengolahan yang umum ditemukan (konvensional) adalah  : a) pembuatan bahan pakan kering (hay) dengan penjemuran atau pengeringan, sampai dengan kadar air maksimal 18 % dan ; b) Pengolahan dalam bentuk silase: - rumput atau ligumenosa dipotong-potong 5 – 10 cm, -  mencampur hijauan dengan dedak , setiap 100 kg HMT dengan 2 kg dedak, - dimasukkan  ke dalam lubang tanah atau kantong plastik, dipadatkan dan dibiarkan selama lebih kurang 1 minggu – 3 bulan  sampai volume HMT maksimal 30 % dari awalnya, dengan kadar air antara 30-40 %. Secara setengah teknis dapat dilakukan dengan menggunakan alat pressur mekanik atau pemanasan buatan dengan menggunakan berbagai jenis bahan bakar.

4.3.Permasalahan Dalam Agribisnis HMT
Permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis HMT antara lain: a) oleh koperasi adalah dalam hal permodalan karena pengajuan kredit perbankan untuk kegiatan ini belum pernah disetujui, 2)  petani belum banyak yang  tertarik melakukan agribisnis HMT karena lebih memilih melakukan agribisnis komoditas pertanian seperti padi, jagung, kacang tanah, kedelai, maupun sayur-sayuran, takut tidak laku.

4.4.Penyediaan Lahan
Dalam hal penyedian lahan untuk agribisnis HMT di seluruh lokasi kajian tidak jadi masalah, beberapa koperasi bekerja sama dengan Dinas Kehutanan, Perkebunan, Perhutani, Pemda/Desa, sehingga koperasi dapat memanfaatkan lahan-lahan kosong dengan syarat-syarat tertentu.  Sebagai contoh, KUD Pasir Jambu dapat memanfaatkan lahan milik Perhutani seluas 250 Ha, dengan syarat dimanfaatkan untuk agribisnis terpadu, yaitu tanaman tahunan berupa kopi dan jeruk bali, jagung manis, dan rumput gajah.

4.5.Model-model Agribisnis HMT
Agribisnis HMT dalam hal ini rumput gajah atau raja, dapat dikelompok-kan dalam 3 model, yaitu:
1). Budidaya/agribisnis  HMT  oleh  kelompok  peternak (15 – 25   orang  )    yang menyediakan lahan sekitar 20–25 Ha atau peternak perorangan  yang  memiliki lahan  seluas  0,25 Ha  untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya masing masing;
2). Budidaya/agribisnis HMT oleh petani baik perorangan ataupun kelompok. Petani perorangan menggunakan lahan 0,25 Ha,sedang  yang  kelompok (15–25 orang) menyediakan  lahan sekitar  20–25 Ha. Di  sini,  petani  langsung menyediakan lahan, melakukan budidaya, pengolahan, dan memasarkannya kepada peternak langsung atau koperasi. Sedangkan koperasi /KUD  berperan dalam hal:  a) penyediaan lahan (bekerja sama  dengan  Pemda,  Dinas Kehutanan/Perkebunan); b) penyediaan  bibit (bekerja  sama dengan Dinas Pertanian/Peternakan, BPT-HMT; c) mengkoordinir petani/kelompok tani, dan peternak/kelompok peternak dalam pelaksanaan budidaya; d) mengkoordinir
pemanenan; e) memasarkan HMT; f) melakukan pengolahan kalau produksi HMT berlebih dan tidak dapat dijual langsung;
3). Pelaksanaan  agribisnis  HMT  dari  budidaya,  pemanenan, pemasaran sampai pengolahan dilaksanakan oleh koperasi/ KUD, penyediaan lahan (bekerja sama dengan Pemda, Dinas Kehutanan/Perkebunan), hasil produksi HMT sebagian besaruntuk  memenuhi  kebutuhan  ternak milik Koperasi/KUD, sebagian dijual kepada peternak, dan kelebihannya dilakukan pengolahan, yaitu  dalam  bentuk  kering (Hay) dan dalam bentuk segar (Sylase)

4.6. HMT Limbah Pertanian Dan Perkebunan
Di samping HMT diperoleh dari budidaya sebagaimana diuraikan di atas, hijauan makanan ternak juga dapat diperoleh dari limbah tanaman pangan dan perkebunan, baik yang dilaksanakan di sawah, tegalan, maupun areal perkebunan yang bervariasi sesuai potensi daerah masing-masing, seperti lamtoro, jerami, kedelai, jagung, kacang-kacangan, maupun limbah industri, seperti dedak, bekatul, ampas tahu, cangkang, kernel, yang banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak, baik sebagai pakan langsung maupun dilakukan pengolahan sederhana terlebih dahulu tergantung kemampuan peternak ataupun koperasi .

4.7.  Peran Koperasi dalam Agribisnis HMT
q  Koperasi  idealnya merupakan  lembaga yang mampu mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Dalam agribisnis HMT ini dapat dikatakan belum berperan secara optimal, sebagai contoh  di Sumatera Selatan , di Kabupaten Musi Banyuasin peran koperasi baru membantu Dinas Peternakan menetapkan lokasi dan kelompok yang akan diberi sapi gaduhan. Sedang Koperasi Sapi Potong OKU Cipta Mandiri, telah berperan melakukan pembinaan kepada petani peternak , penetapan lokasi kandang, penetapan lokasi lahan budidaya HMT , penyediaan bibit, pupuk  dan koordinasi dengan Pemda dan instansi terkait dalam rangka pengelolaan sapi potong bantuan program pengembangan sapipotong dari Kementerian Koperasi dan UKM,
q Untuk daerah Jawa Koperasi /KUD  telah berperan dalam hal:  a) penyediaan lahan (bekerja sama  dengan  Pemda,  Dinas  Kehutanan/Perkebunan); b) penyediaan  bibit (bekerja  sama dengan Dinas Pertanian/Peternakan, BPT-HMT; c) mengkoordinir petani/kelompok tani, dan peternak/kelompok peternak dalam pelaksanaan budidaya; d) mengkoordinir  pemanenan; e) memasarkan HMT; f) melakukan pengolahan kalau produksi HMT berlebih dan tidak dapat dijual langsung;

4.8.  Analisis SWOT
Analisis SWOT terhadap efektifitas  agribisnis HMT oleh koperasi menunjukkan ; a) Streghth: terbatas, pasar HMT jelas, teknologi pengolahan HMT cukup sederhana,mudah dikerjakan dan bahan baku melimpah pada musim penghujan ; b) Weakness, antara lain: kesulitan permodalan karena pengajuan kredit perbankan untuk kegiatan ini belum pernah disetujui, merupakan  usaha sampingan, c) Opportunities:permintaan susu-daging meningkat, skala usaha gribisnis sapiperah/potong meningkat, dukungan Pemda, Dinas Perkebunan/kehutanan dalam penyediaan lahan, dukungan BP-HMT Dinas Peternakan dalam penyediaan bibit    hijauan makanan ternak (HMT), kebanyakan peternak hanya memiliki lahan terbatas, elastisitas permintaan HMT tinggi peternak belum melakukan pengolahan/penyimpanan HMT yang berlebih pada musim hujan, tenaga kerja disektor pertanian semakin berkurang, d). Kebijakan pemerintah belum mendukung terutama dalam hal permodalan, adanya perubahan sistim perpajakan pertambahan nila (PPN), kebijakan impor susu masih tinggi

0 komentar:

Posting Komentar