Rabu, 23 Oktober 2013

Ampuhkah MRT dan Monerel Atasi Macet?

Untuk mengetahui seberapa macet lalu lintas di Jakarta, tak perlu terjun langsung. Coba baca saja artikel di kantor berita BBC yang mengkategorikan kemacetan di Jakarta sebagai satu dari "10 Monster Traffic Jams from Around The World".

“Hidup Anda diatur berdasarkan perkiraan jadwal kemacetan lalu lintas. Padahal kemacetan bisa berlangsung sepanjang hari,” kata Allan Bell, seorang ekspatriat yang tinggal di Jakarta seperti dikutip dari artikel BBC tersebut.

Bell bilang, bepergian di Jakarta bisa membuat frustrasi karena memakan waktu berjam-jam. Sayangnya, hampir tidak ada alternatif bagi warga Jakarta untuk terhindar dari kemacetan. “Bus Trans Jakarta tidak terlalu efektif, dan bahkan kadang menjadi penyebab kemacetan karena mengurangi ruas jalan,” katanya.

Japan International Cooperation Agency (JICA) pun pernah melakukan riset tentang kondisi transportasi di Jakarta. Menurut riset itu, dengan setidaknya 1.000 kendaraan baru meluncur di Jakarta setiap tahun maka pada 2020 lalu lintas akan macet total.

Studi JICA yang diberi judul "Study on Integrated Transportation Master Plan" tersebut juga mengungkapkan kerugian akibat macet di Jakarta. Jika sampai 2020 tidak dilakukan perbaikan sistem transportasi, kerugian ekonomi akibat macet diperkirakan mencapai Rp 65 triliun per tahun.

Kini, warga Jakarta mencoba berharap pada dua moda transporatasi baru yaitu mass rapid transit (MRT) dan monorel, yang sudah memasuki tahap pembangunan. Apakah keduanya mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta?

Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, optimistis. “Jelas berkurang dong. Kalau tidak berkurang buat apa membangun MRT dan monorel? Harus yakin dong,” tegas sosok yang akrab disapa Jokowi ini, pada pekan lalu.

Namun, lanjut Jokowi, harus ada sosialisasi terhadap manfaat transportasi publik sehingga masyarakat mau beralih. Ketika proyek ini bisa digunakan, masyarakat Jakarta meninggalkan mobil pribadi yang sekarang disebut sebagai biang kemacetan. Selain itu, tambah Jokowi, MRT dan monorel tidak berdiri sendiri sebagai solusi terhadap kemacetan Jakarta. Harus ada kebijakan lain, seperti pengenaan tarif untuk jalan-jalan protokol alias electronic road pricing(ERP) atau pengaturan nomor polisi ganjil-genap.

Danang Parikesit, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, juga menilai MRT dan monorel tidak berdiri sendiri untuk mengatasi masalah kemacetan Jakarta. “Tidak semua orang bisa diangkut dengan MRT atau monorel kan? Jadi harus ada revitalisasi dan modernisasi armada angkutan yang existing,” katanya. Selain itu, lanjut Danang, perlu ada kebijakan bagi para pengguna kendaraan pribadi. ERP dinilai sebagai kebijakan yang bagus, sehingga harus dipersiapkan dengan baik. 

“Tujuan ERP adalah terjadi shifting dari pengguna mobil pribadi ke angkutan publik. Jadi harus disediakan juga angkutan publik yang memadai, sehingga ada pilihan bagi masyarakat,” tuturnya.

Menurut Danang, nantinya akan ada tiga tulang punggung transportasi publik di Jakarta yaitu MRT, kereta commuter line, dan bus Trans Jakarta. Monorel dinilai hanya menjadi pelengkap karena daerah operasinya terbatas di pusat kota.

Di Indonesia, tambah Danang, pengguna angkutan publik masih 13 persen dari total pengguna jalan. Apabila MRT, monorel, serta berbagai kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi berjalan efektif maka dia memperkirakan rasio tersebut bisa meningkat menjadi 40 persen. “Idealnya, pengguna angkutan publik di negara-negara Asia itu sekitar 40-60 persen,” ujarnya. Detik

0 komentar:

Posting Komentar